Film Rena Asih merupakan salah satu dari hasil Karya Tugas Akhir mahasiswa Televisi FSMR ISI Yogyakarta. Diceritakan dalam film tersebut mengenai seorang anak penggemar sepak bola bernama Damar yang juga memiliki prestasi di sekolahnya. Meskipun ia adalah anak yang pintar dan ceria, tetapi nyatanya kehidupannya tidak sebaik prestasinya. Dengan rumah yang sederhana dan makanan seadanya, keluarga Damar memiliki kesulitan dalam ekonomi. Ibunya memiliki banyak hutang karena uang yang dimilikinya tidak cukup untuk membayar sekolah ataupun membayar listrik, bahkan ibu Damar mendapat surat peringatan dari sekolah Damar untuk melunasi uang sekolah Damar agar Damar bisa mengikuti UN.
Damar yang tidak mengetahui apapun tentang kesulitan ekonomi yang dihadapi ibunya tetap bermain seperti biasanya, ia bahkan menginginkan sebuah seragam arema yang dipajang di sebuah toko, tetapi Damar justru memilih untuk menjahit logo arema di bajunya yang berwarna biru dengan hasil yang buruk bahkan mendapatkan olok-olok dari temannya. Hingga suatu malam, ketika rumah Damar tidak diterangi lampu karena listriknya dicabut PLN, ibu Damar didatangi tetangga yang meminta ibu Damar untuk membayar hutang-hutangnya. Mengetahui hal tersebut Damar merasa marah karena selama ini Ibunya ternyata berbohong dan hanya mengatakan hal-hal yang membuat Damar senang padahal sebenarnya keluarganya sedang susah sehingga iapun pergi dari rumah.
Sang kakak mengejar Damar kemudian berusaha menjelaskan bahwa semenjak bapak mereka tiada, ibu mereka sudah bekerja sangat keras bahkan jika pekerjaan kasarpun ibu mereka tetap mengerjakannya agar anak-anaknya bisa tetap sekolah. Kirana, sang kakak, meminta Damar agar pintar dan menjadi anak yang dapat menjadi penerang bagi keluarga mereka. Penjelasan kakak Damar membuat Damar mengetahui seberat apa beban yang ditanggung ibunya selama ini.
Damar mengambil keputusan untuk meringankan beban ibunya dengan membayar sendiri uang SPPnya yaitu dengan menggunakan uang yang ia tabung untuk membeli baju arema yang selama ini ia inginkan. Sedangkan ibu Damar juga mengerti apa yang sedang diinginkan oleh Damar, ibu Damar menjahitkan logo arema dengan rapih pada baju yang pernah diolok-olok teman Damar, bahkan hasil jahitan ibu Damar justru mendapat pujian dari teman Damar dan membuat Damar senang. Selain itu, diakhir cerita diceritakan bahwa Damar akhirnya berhasil lulus. Ia mengatakan kepada Ibunya bahwa jika Ibunya tidak sanggup membiayai biaya sekolah Damar untuk dilanjutkan Damar tidak keberatan, tetapi Ibu Damar bahwa rejeki pasti ada selama mereka berusaha.
Film Pendek ini berdurasi 30 menit dengan format film musikal, dimana di dalam film ini diselipkan beberapa lagu yang dinyanyikan secara langsung dan lagu tersebut memiliki keterkaitan dengan film yang dibuat. Ada 4 lagu yang dinyanyikan oleh tokoh dalam film ini dan keempatnya dibangun dengan musik yang memiliki unsur tradisional meskipun bernyanyi dengan bahasa Indonesia. Tokoh utama dalam film ini adalah tokoh Damar dan Ibu, kemudian di dukung dengan tokoh Kirana sebagai kakak Damar dan teman/sahabat Damar. Selain itu masih ada pula penagih hutang dan juga tetangga yang juga menagih. Damar adalah tokoh yang ceria, bijaksana, dan pintar.
Sedangkan ibu memiliki sifat yang lembut, baik, tetapi dibebani oleh banyak sekali hutang. Lalu Kirana sendiri memiliki sifat yang penyabar, penagih hutang dan tetangga yang juga menagih hutang bersifat lebih tidak sabar dan kepala. Meskipun di dalam film ini tokoh Damar terkadang terlihat kaku dalam memerankan perannya, tetapi tokoh satu dengan tokoh yang lain mampu berinteraksi dengan baik tanpa menghilangkan esensi atau maksud dan pesan yang ingin dikomunikasikan kepada penonton.
Pengambilan gambar dalam film ini memiliki cukup banyak eksplorasi shot seperti shot-shot yang diambil dari atas (crane) dalam bentuk Long Shot sehingga memperlihatkan keindahan alam ataupun keadaan, nuansa dalam adegan tersebut. Komposisi dalam film ini banyak menggunakan golden mean dimana objek utama diletakkan pada 1/3 gambar. Pergerakan kamerapun menggunakan hampir semuanya mulai dari still, panning, tilt, zooming disajikan dalam film ini secara lengkap sehingga keindahan dalam film ini dari sisi pengambilan gambarnya terasa sangat nyata.
Pengambilan detail-detail gambar juga tidak terlupakan sehingga kita bisa mudah mengerti apa yang dimaksudkan pada suatu adegan. Dialog dan musik diletakkan secara efektif sesuai pada tempatnya, yaitu dialog diberikan untuk hal-hal yang tidak bisa dinyatakan secara visual, sedangkan untuk bahasa visualnya sendiri film ini berusaha memaksimalkan dengan menggunakan symbol-simbol. Musik dalam film ini juga diberikan pada saat-saat ketika dialog tidak disertakan sehingga musik memberikan fokus pada pengembangan emosional dan tidak mengganggu dialog. Tidak ada narasi dalam film ini karena memang secara visual film ini sudah mampu dibaca.
Film ini menggunakan tempo yang lambat dalam penceritaannya, tidak terlalu banyak transisi kecuali dissolve yang sudah ditempatkan pada saat yang tepat yaitu untuk memperlihatkan perbedaan waktu yang lama, selain itu editing dalam film ini hanya sebatas cut to cut. Continity dalam film ini sudah mampu menempati perannya, yaitu dari satu shot ke shot yang lain memiliki kesinambungan dan masuk akal hingga akhir, pun tidak ada yang terkesan melompat.
Untuk Tata Cahaya, ada beberapa adegan yang memperlihatkan bahwa cahaya mati tidak sesuai pada tempatnya, misalnya lampu yang terlihat seolah-olah mati sendiri tepat sebelum shot berganti sehingga sangat terlihat bahwa lampunya dimatikan. Akan tetapi diluar itu penataan cahaya sudah mampu memberikan suasana yang memang seharusnya dihadirkan dalam film ini. Seperti suasana di dalam dapur pada siang hari dan malam hari, tidak terlihat dibuat-buat. Cahaya pada malam hari sudah mampu menggambarkan bahwa cahaya yang muncul adalah cahaya yang bersumber dari lilin dan bulan bukan dari lampu. Penggunaan cahaya pada siang hari di dalam ruangan juga sudah mampu menggambarkan bahwa sumber cahaya pada saat itu adalah cahaya matahari. Selain itu suasana yang digambarkan melalui penataan cahaya juga membantu mendukung emosi dalam film ini.
Untuk artistik, make up pada ibu diberikan agak cukup kotor untuk memperlihatkan betapa sang ibu bekerja keras, berbeda dengan make up pada Damar yang lebih bersih memperlihatkan bahwa Damar hidup dengan perasaan ringan dan bahagia juga cerita. Penataan wardrobe juga sudah sesuai, menghindari warna-warna yang mati, model bajunya juga disesuaikan dengan keadaan rumah yang sederhana sehingga baju yang digunakan lebih mencerminkan kehidupan orang-orang yang tidak mampu. Rumah dalam film ini merupakan rumah yang terlihat kecil dan di dalamnya pun lantainya hanya dengan tanah, cukup untuk menegaskan keadaan ekonomi keluarga Damar. Setting kamar, dapur, bahkan ruang tamu sudah disesuaikan dengan keadaan menengah ke bawah. Bahkan property yang digunakan pun memperlihatkan bahwa barang-barang itu sudah berumur sangat panjang untuk menunjukkan bahwa keluarga tersebut jarang membeli barang-barang yang baru.
Hal lainnya yang bisa dilihat dari film ini adalah struktur dramatiknya. Film ini dimulai dengan memperkenalkan keluarga Damar dan kondisi keuangannya. Kemudian dilanjutkan dengan konflik ketika Damar menginginkan baju arema tetapi sang ibu sedang bergelut dengan hutang-hutangnya. Cerita semakin memuncak ketika Damar mendengar bahwa ibunya ternyata memiliki masalah keuangan, dan cerita kemudian mendapat penyelesaian ketika Damar memutuskan untuk membayar SPP dengan uang tabungannya dan sang ibu menyadari bahwa Damar menginginkan baju arema sehingga menjahitkannya untuk Damar dengan baik. Pada akhirnya, tujuan kedua tokoh utama dalam cerita inipun terselesaikan. Masalah antara Damar dan keinginannya untuk memiliki baju arema dan konflik Ibu Damar yang tidak sanggup membayar uang sekolah untuk Damar.
Meskipun mengusung tema yang sudah cukup sering digunakan dalam film-film pendek yaitu tentang perjuangan kehidupan keluarga menengah ke bawah, tetapi keunikan dari film ini sendiri terletak dari pengemasannya seperti mencampurkan musikal ke dalam gambar, pengambilan gambar yang epik, dan juga penataan artistik juga cahaya yang ditempatkan secara realistic sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Pesan dari film ini memang masih bisa ditebak bahwa kedua tokoh utama akan mendapatkan keinginannya tetapi dengan pengemasan yang menarik film ini tetap tidak membosankan untuk terus diikuti dari awal cerita hingga akhir.
0 comments