Minggu ini Udang 3 mau bahas apa
ya? Karena dua minggu lalu sudah bahas tentang makanan, maka minggu ini mari
kita bahas tentang wisata alam lagi. Engg tidak tepat sih kalau wisata. Mungkin
tepatnya menjelajah alam ya karena tidak ada unsur wisata sama sekali :’)
Daerah yang akan kita jelajahi
kali ini berada di Kecamatan Imogiri, tepatnya di Desa Sriharjo. Kecamatan
Imogiri kini terkenal dengan berbagai wisata alamnya, mulai dari jembatan
kuning yang melintang di Kali Oya, kebun buah Mangunan yang terkenal akan spot
meander sungai (meander sungai = lekukan sungai, red), Seribu Batu Songgo
Langit yang terkenal dengan rumah hobitnya, dan berbagai spot wisata alam
berlatarkan bukit dan lembah yang terkenal lainnya.
Tempuran Kali Opak-Oyo (Source: Dokumentasi Pribadi, 2013) |
Dosenku pernah berkata, “Dibalik
sesuatu yang indah, pasti terdapat bahaya yang mengancam.” Pernyataan dosenku
itu benar banget dalam study kasus kegeografian ini wkwkw aku nggaya banget ya
sumpah. Mengapa dikatakan terdapat bahaya? Kok bisaaa? Dari mana? Kalau aku
anak dari keluarga yang awam akan lingkungan, mungkin aku akan dibebaskan
bermain ke sana kemari sesuka hati. Berhubung aku terlahir di dalam keluarga
geografi, maka beginilah aku, main ke sana kemari tidak bebas dan harus
berbohong dulu sama ibu, baru pas pulang bilang ada perubahan rencana wkwkw kok
berani sih boong? Ya gimana ya. Kalo ngga boong aku ngga bakal bisa main.
Mungkin aku bakal dikrangkeng di rumah.
Kembali ke bahaya. Apa sih
bahayanya? Coba kita bandingkan dengan di daerah imogiri ya. Kita tau Imogiri
lagi naik daun karena pemandangan alam yang luar biasa indah, bukit dan lembah
yang terbentang indah di antara sungai dan dataran aluvial. Tapi apakah kalian
ingat ketika bencana alam yang menimpa Jogja di tahun 2006? Aku yakin yang
orang Jogja pasti memorable banget tahun 2006. Yep. Gempa Jogja. Gempa yang
meluluhlantakkan beberapa wilayah di Jogja, gempa yang menyebabkan banyak
korban kehilangan nyawa dan harta benda, gempa yang membuat orang-orang
menyebarkan isu tsunami yang itu doesn’t
make sense banget (tapi aku termakan isu itu). Apakah kalian masih ingat
dimana pusat gempanya? Yep. Pusat gempa berada di kedalaman 33 km, terletak 37
km dari garis pantai dengan episentrum di dasar samudera (Nurwidyanto, dkk.,
2007). Perlu diketahui bahwa di Imogiri ini terdapat patahan (sesar) aktif,
tepatnya di Kali Opak. Dan para ahli geologi di Indonesia beranggapan bahwa
penyebab dari gempa Jogja 2006 silam memicu pergerakan atau aktivasi dari Sesar
Opak (Rizqi, tanpa tahun).
Nah di daerah Imogiri ini
ternyata banyak sekali jenis sesar. Menurut maz Rizqi yang menjadi acuan saya
tadi menyebutkan bahwa di daerah Selopamioro dan sekitarnya (daerah Imogiri
nih!) terdapat sesar turun Kali Opak, sesar sinitral Kedungjati, sesar dextral
Srunggo, sesar dextral Selopamioro, dan sesar turun Kali Oyo. Puyeng ya? Aku
juga puyeng. Huhuhu. Oleh sebab itu, kita tidak akan membahas tentang
sesar-sesar itu satu persatu. Nanti jariku keriting. wkwkwk
Jadi intinya ketika sesar-sesar
tersebut terusik dan akhirnya mengalami pergerakan, maka akan mengakibatkan aktivitas
kegempaan. So, sekarang kalian percaya di tempat yang indah pasti terdapat
bahaya yang mengancam? Aku sih percaya :))
Di daerah Imogiri ini terdapat satu
spot yang menurutku keren, khususnya di Desa Sriharjo ini. Di sana terdapat
satu titik yang menjadi pertemuan dua sungai besar, yaitu Kali Opak dan Kali
Oyo. Kenapa keren? Karena dua sungai ini memiliki karakteristik yang berbeda,
kemudian bertemu di satu titik dan bercampur menjadi satu. Seperti apa
perbedaannya? Mari kita bahas lebih lanjut.
Spot pertemuan Kali Opak dan Kali
Oyo atau selanjutnya kita sebut sebagai daerah tempuran, berada di daerah yang
blusuk. Nggak mblusuk banget. Tapi ya masuk ke kebon-kebon gitu. Seingatku dulu
bus berhenti di dekat masjid, kemudian kami turun melalui jalan semak-semak di
samping masjid. Setelah melewati kebon-kebon, penggunaan lahan mulai berbeda.
Hanya ada tanah kosong yang lapang di sepanjang sungai. Yup. Sampai ke tepian
sungai. Tanah di tepian sungai nge-khas ya, lembek-lembek gimana gitu. Yaiyalah
kan kandungan airnya tinggi :P
Kenampakan bentuklahan yang ada
di daerah tempuran adalah bentuklahan fluvial. Bentuklahan ini dicirikan dengan
adanya aktivitas sungai yang mempengaruhi daerah tersebut. Seperti yang sudah
disebutkan pada paragraf sebelumnya, sungai yang memberikan pengaruh pada
daerah tempuran ini adalah Kali Opak dan Kali Oyo.
Kali Opak dipengaruhi oleh
aktivitas vulkanik. Aliran air berwarna warna coklat muda agak kehitaman.
Aliran Kali Opak berasal dari bagian hulu Kali Boyong yang dipengaruhi oleh
aktivitas vulkanis dari Gunungapi Merapi.
Aliran air yang mengalir di Kali Opak sebagian besar mengandung belerang
dan besi (Fe) yang berasal dari material vulkanik, serta dipengaruhi oleh
aktivitas manusia yang terdapat di sepanjang Kali Opak.
Jika Kali Opak dipengaruhi oleh
aktivitas vulkanik, maka berbeda dengan Kali Oyo yang dipengaruhi oleh
aktivitas dari bentuklahan solusional. Apa itu bentuklahan solusional? Bentuklahan
asal proses solusional adalah bentukan yang terbentuk karena adanya aktivitas
pelarutan batuan yang mudah larut, seperti batugamping, dolomit, batu garam,
dan gypsum. Proses pelarutan terjadi karena adanya reaksi antara karbondioksida
(CO2) dan air hujan, yang kemudian membentuk asam lemah dan
melarutkan batuan yang bersifat basa.
Aliran air yang berada di Kali
Oyo memiliki warna coklat pekat. Hal ini disebabkan oleh bagian hulu Kali Oyo
yang terpengaruh oleh aktivitas karst Gunungkidul. Aliran Kali Oyo sebagian
besar mengandung kalsium dan karbonat yang sangat tinggi yang berasal dari
batugamping. Kali Oyo yang terpengaruh aktivitas manusia sangat sedikit
sehingga material alami yang terlarutkan berwarna coklat pekat.
Debit aliran sungai yang mengalir
di daerah tempuran tergolong deras dengan kedalaman ±5 meter (sebenarnya belum pernah
mengukur langsung, tapi begitulah menurut kakak-kakak asisten yang pernah
mengajariku). Bagaimana proses selanjutnya ketika kedua sungai menumpahkan
airnya ke dalam satu aliran? Air dari setiap sungai yang masuk ke dalam satu
aliran kemudian berputar-putar membentuk pusaran di bagian tengah sungai (Gambar 2). Air beriak tanda tak dalam,
begitulah peribahasa yang sering kita dengar. Namun begitulah kenyataannya. Pusaran
air akibat pertemuan dua sungai ini tak nampak di permukaan. Permukaan air
sangat tenang bagai tak ada bahaya sedikitpun. Tapi jangan salah. Justru di
bagian sungai yang tenang itulah bahayanya. Jika kamu pendek dan kamu berenang
di sungai yang alirannya tenang, maka jangan sok-sok an nyampe kakinya karena
sungai itu sangat dalam. Ketika sungai terdapat riak air dengan suaranya yang
khas, maka itu menunjukkan bahwa sungai tersebut tidak dalam. Ini juga kata
kakak asisten sih, aku mah apa ya. Hanya nurut apa yang dikatakan kakak asisten
:))
Gambar 2. Ketika dosen menjelaskan fufufu (Source: Dokumentasi Pribadi, 2013) |
Air beriak tanda tak dalam (Source: Dokumentasi Pribadi, 2013) |
Diam-diam menghanyutkan (Source: Dokumentasi Pribadi, 2013) |
Relief pada bagian sungai relatif
datar dan sedikit naik pada bagian cabang kedua sungai. Akibat proses
geomorfologis, terutama aktivitas fluvial, terbentuklah gosong sungai yang
terdapat di tengah Kali Opak. FYI, gosong sungai adalah daratan yang terletak
di tengah sungai sebagai akibat dari pengendapan material oleh aliran air, bisa
karena perbelokan sungai, karena adanya perubahan morfologi sungai yang
menyebabkan aliran air melambat dan mengendapkan material yang diangkutnya,
atau karena pertemuan aliran sungai yang berbeda arah (engggg agak susah nih
jelasinnya karena ini menurut persepsiku). Aliran sungai yang mengalir di
tepian sungai sebelah kanan (biar gampang pake kanan kiri aja ya!) menggerus
material di tepian sungai, kemudian mengangkutnya ke tengah sungai, begitu pula
aliran sungai yang mengalir di tepian sungai sebelah kiri. Kedua aliran yang
mengangkut material kemudian bertubrukan dan meninggalkan material yang
diangkutnya di pertemuan aliran tersebut dan aliran sungai mengalir bersamaan
ke satu arah lagi (CMIIW).
Gosong sungai ini kenampakannya
berbeda-beda, ada yang plontos (tidak/belum ditumbuhi tanaman, paling tumbuh
lumut doang), ada juga yang sudah ditumbuhi banyak tanaman sehingga jika
dilihat dari jauh seperti cabang sungai, padahal itu daratan yang terpisah di
tengah-tengah sungai. Keberadaan dari tanaman-tanaman ini menunjukkan bahwa
pengendapan tidak seintensif dulu, saat belum terbentuk gosong sungai.
Sebaliknya, gosong sungai yang masih plontos menunjukkan bahwa proses
pengendapan masih terus berjalan. Gosong sungai ini ada juga yang letaknya di
tepian sungai, namun namanya berbeda, yaitu point
bar. Proses pembentukan point bar
ini kurang lebih sama dengan proses pembentukan gosong sungai, yaitu
pengendapan material yang diangkut oleh aliran sungai. Hal yang membedakan
antara keduanya hanyalah lokasi pembentukannya. Jika gosong sungai terbentuk di
tengah sungai, maka point bar
terbentuk di tepian sungai. Kenapa terbentuk di tepi? Biasanya karena sungai
mengalami pembelokan, sehingga material tertumpuk di belokan sungai tersebut.
Tempat aku mengambil foto ini juga berada di point bar lho! Jika di lihat secara horizontal mah tidak terlihat.
Akan lebih jelas ketika kalian melihat dari foto udara/citra satelit dengan
melihat perbedaan warnanya.
Lapangan manjaa saat udang 3 masih remaja Ini fotonya di point bar yang tadi kusebutkan (Source: Dokumentasi Pribadi, 2013) |
Bagus ya tempatnya? Aku bersyukur
pernah ekskursi di sini, melihat bagimana kedua sungai bertemu menjadi satu
aliran dengan karakteristik setiap sungai yang sangat berbeda. Karakter sungai
yang berbeda aja tetap bisa bersatu, masa kita enggak bisa?? *ehh* :))
Meskipun daerah tempuran Opak-Oyo
ini indah dipandang, tetapi sepertinya tidak bisa menjadi daerah wisata.
Mengingat sungainya yang lebar ini pastilah ketika musim penghujan mendapat
asupan air yang sangat banyak, bisa-bisa meluap sampai ke tanggul sungai dan
menyebabkan banjir. Faktor inilah yang mungkin dipertimbangkan oleh pemda
setempat untuk tidak membuka lokasi ini menjadi tempat wisata. (MUNGKIN loh
ya!! wkwk)
Sepertinya belajar bareng udang
kali ini dicukupkan sekian dulu ya. Karena..... tangan udang lelah mengetik,
dan otak udang tidak sanggup berpikir lebih panjang lagi, maklum ya, otak udang
sih fufufu ~
See you,
Arlin Irmaningdiah ❤
Bibliography:
Nurwidyanto, M. I., R. D. Indriana, dan Z. T. Darwis. (2007). Pemodelan
Zona Sesar Opak di Daerah Pleret, Bantul, Yogyakarta dengan Metode Gravitasi. Jurnal Berkala Fisika, 10 (1), hlm.
65-70.
Rizqi, A. (tanpa tahun). Geologi
dan Analisis Sesar Opak Berdasarkan Data Gravitasi Daerah Selopamioro dan
Sekitarnya, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.